Senin, 30 November 2009

Lelaki Itu Membuatku Menitikkan Air Mata



Menunggu beberapa jam saat esok hari tiba begitu menggelisahkan. Aku sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan lelaki yang hanya kukenal dari suaranya itu. Beragam tanya memenuhi kepala. Benarkah besok ia akan menemuiku sesuai janjinya? Seperti apakah dia? Masih muda, atau seorang lelaki tua? Benarkah dia orang baik dan bisa dipercaya? Tidakkah dia hanya basa-basi yang kemudian akan menghilang? Aku hanya berharap dan terus berdoa…

Saat yang kunanti pun tiba. Aku datang tepat waktu, meski sebelumnya harus beberapa kali tersasar mencari tempat yang lelaki itu tentukan, sebuah Gereja Katolik di desa kecil bernama Krian, sekitar satu jam dari kota Surabaya.
Gereja itu terlihat lengang, sepi! Tak terlihat seorangpun di halaman gereja, tidak juga di setiap sudutnya. Baru setelah aku masuk agak kedalam, terlihat seorang pria muda sedang berbicara dengan empat anak remaja di salah satu ruangan. Sepertinya mereka sedang berdiskusi tentang sesuatu.

Aku menghampiri mereka, dan mengatakan ingin menemui seseorang yang telah berjanji menungguku di gereja itu. Aku sebutkan sebuah nama. Dan betapa kecewanya aku, saat pria muda itu menjelaskan tidak pernah mendengar dan mengenal nama yang kusebutkan.
”Sudahlah Anita, jangan berharap lagi. Relakan saja, meski itu sangat berarti bagimu. Jaman sekarang, mana ada orang yang memiliki kejujuran dan ketulusan seperti yang kamu yakini ada pada lelaki itu” bisik salah satu sisi hatiku. Namun sisi hatiku yang lain meyakinkan aku bahwa lelaki itu benar-benar orang yang jujur. Aku lalu mencoba menghubunginya lagi lewat handphone.

Tiga kali panggilanku tak terjawab. Aku mulai putus asa. Akupun bersiap melangkah pulang dengan harapan yang terbang melayang. Namun, aku mencoba meneleponnya kembali...
”Ya, saya sudah di gereja Krian!” terdengar suara lelaki itu menjawab teleponku.
Deg! Hatiku berdesir. Benarkah?
Aku mengitarkan pandanganku kesekeliling gereja, hingga akhirnya mataku tertuju pada sosok lelaki yang tergopoh-gopoh memasuki halaman.

”Maaf saya terlambat!” ucapnya dengan wajah berbinar. Disekanya peluh yang mengalir di pipinya yang legam, sambil tangannya mengipasi wajahnya yang terlihat kepanasan. ”Ini barangnya, Mbak. Saya menemukannya di pinggir jalan, dan saya menyimpannya hingga Mbak menelepon ke nomor handphone ini” ceritanya dengan senyum tulus yang terus terpancar.
”Wahhh... terimakasih sekali pak. Handphone ini sangat berarti bagi saya, karena ratusan nama dan nomer penting ada disini. Untung ada orang baik seperti Bapak yang menemukannya”, kataku seraya menepuk pundak tuanya.

”Gak apa-apa, dibawa saja Mbak. Silahkan...silahkan....”, kata laki-laki itu seraya menyerahkan sebuah handphone kepadaku, masih dengan senyum dan wajah berbinarnya. Jelas sekali ada kejujuran dan ketulusan di hatinya.

Seketika itu ada sesuatu yang mengalir sejuk dalam rongga dadaku. Sesuatu yang melegakan, sangat meneduhkan....

“Bapak punya telepon yang bisa saya hubungi, barangkali suatu saat saya lewat sini saya bisa bertemu Bapak lagi?” tanyaku.
“Ada...ada.. Mbak!” jawabnya sambil merogoh kantong bajunya.
Dan ya Tuhan, ia mengeluarkan sebuah benda kecil yang terbungkus plastik kumal yang diikat erat dengan karet gelang. Dibukanya ikatan dan pembungkusnya dengan sangat hati-hati seolah didalamnya ada benda yang sangat berharga. Tak lama terlihat olehku sebuah handphone kecil usang. Ia lalu dengan bangga menunjukkannya padaku, sambil menyebutkan nomornya.

Hari itu, seorang lelaki tua bernama Pak Yatman, memberiku inspirasi dan pelajaran hidup yang amat berharga. Ia hanyalah seorang tukang becak yang sangat sederhana. Barangkali penghasilannya hanya cukup untuk makan hari itu saja bagi dia dan keluarganya. Terlihat ia sangat girang saat menerima beberapa lembar rupiah dariku sebagai ucapan terimakasih. Namun kekayaan hati dan jiwanya sungguh luar biasa.

Pak Yatman, ia menemukan handphone ku yang terjatuh tanpa sengaja saat aku melakukan perjalanan dari Surabaya menuju Trawas. Dan ia memilih untuk menyimpan dan mengembalikannya padaku, dibanding memilikinya atau bahkan menjualnya.

Kawan, terimakasih kamu telah membaca tulisanku ini hingga disini. Karena dengan begitu, kalian semua bisa ikut mengenal sosok Pak Yatman yang mengagumkan itu.
Sungguh menyejukkan hati, saat ketulusan dan kejujuran menjadi hal yang kian langka, aku justru menemukannya pada diri Pak Yatman. Sungguh beruntung dan bersyukurnya aku bisa mengenal Pak Yatman, seorang yang kaya raya hati dan budinya. Air mataku pun sempat menitik mengaguminya...



















(Pak Yatman, my inspiration)





Kamis, 05 November 2009

Pay it Forward! Merangkai Rantai Kebaikan.


Pernah nonton film ini? Film produksi tahun 2000 an yang menurutku sangat sederhana namun luar biasa. Pay it Forward! Sebuah ide orisinil dari seorang anak berumur sebelas tahun yang bisa merubah dunia. Tiba-tiba saja aku teringat film ini, saat dalam obrolan ringan makan siang, seorang teman mengajak diskusi tentang bagaimana hidup itu harus bisa membawa manfaat bagi orang lain (uffffhh….! Ini sih bukan obrolan ringan, justru dalem bangeetttt).

Film yang disutradarai oleh Mimi Leder itu bercerita bagaimana kebaikan dapat dirangkai menjadi rantai yang tak terputus yang dapat dirasakan oleh banyak orang, bahkan bukan mustahil oleh seluruh manusia di dunia ini.
Pay it Forward alias Bayar di Muka, lahir dari pemikiran sejati Trevor, seorang murid sekolah dasar yang diberi tugas oleh gurunya untuk membuat ide yang dapat merubah dunia. Trevor mempresentasikan idenya, bahwa kita dapat membuat rantai kebaikan yang tak terputus jika kita tak berharap balas budi atas kebaikan yang pernah kita lakukan.

Caranya sederhana, Trevor memilih 3 orang untuk ditolongnya. Salah satunya seorang gelandangan yang kemudian diberinya makan dan pakaian. Saat gelandangan itu bilang terimakasih dan bertanya bagaimana membalas budinya, Trevor hanya menjawab “Pay it Forward” dan minta gelandangan itu untuk membalas budi dengan cara berbuat baik/menolong 3 orang yang lainnya. Kemudian gelandangan itu mencuci mobil Ibu Trevor tanpa diminta, dan Ibu Trevor membalas budi dengan melakukan Pay it Forward dengan mengunjungi ibunya (nenek Trevor) yang selama ini kurang diperhatikannya. Hubungan keduanya kemudian membaik.
Nenek Trevor yang bahagia kemudian menolong seorang pemuda yang sedang tertimpa masalah. Saat pemuda itu bertanya harus membalas dengan apa, sang nenek itu hanya menjawab “Pay it Forward”.
Lalu pemuda itu menolong seorang gadis kecil dengan merelakan kartu antriannya di rumah sakit sehingga gadis itu dapat giliran lebih awal. Bapak sang Gadis yang ternyata seorang kaya raya merasa sangat terkesan dengan kebaikan pemuda itu dan ingin membalas budi. Namun si pemuda menolaknya dan hanya berkata, “Pay it Forward”. Dalam perjalanan, sang Bapak melihat seseorang mobilnya mogok di pinggir jalan. Iapun menolongnya dengan memberikan mobil jaguarnya kepada orang tak dikenalnya itu, sambil berkata, “Pay it Forward!”. Dan ternyata orang tersebut adalah seorang jurnalis televisi. Karena rasa penasarannya, iapun menyelidiki apa dan darimana asal usul ‘Pay it Forward’. Dia pun meruntut mundur semua rangkaian peristiwa hingga ia bisa menemukan Trevor sebagai penggagasnya. Sayang, saat Pay it Forward mulai dikenal banyak orang, Trevor meninggal dunia. Ribuan orang yang telah merasakan kebaikan dan pertolongan dari rantai Pay it Forward pun berduka. Dan Trevor kini dikenang sebagai bocah kecil luar biasa yang telah merubah dunia.

Kebaikan memang selayaknya dibalas dengan kebaikan. Namun jika kita telah berbuat kebaikan, sungguh mulia jika kita tidak berharap balas budi darinya, melainkan menginginkan kebaikan itu diteruskan ke orang yang lainnya. Jika kita semua bersama-sama melakukan ’aksi’ Pay it Forward seperti itu, hmmm.. betapa indah dan panjangnya rantai kebaikan yang bisa dirangkai. Apalagi dalam kondisi negeri kita yang serba carut marut seperti saat ini. Dan, aku yakin, suatu saat rantai kebaikan itu pasti akan kembali pada diri kita, entah kapan dan entah bagaimana proses dan wujudnya nanti.

Nah kawan, tunggu apalagi? Cobalah lihat di sekeliling kita... Kita bisa mulai memilih siapa yang akan kita tolong dan kita berikan kebaikan. Tidak penting berapa jumlah orangnya, yang terpenting adalah kita bersama-sama mulai menggulirkan satu kebaikan dan menjadikannya rantai panjang yang tak terputus... Dan, bayangkan apa yang akan terjadi!



Kamis, 29 Oktober 2009

Andai Poliandri Dibolehkan, Maukah Para Pria Dipoliandri?



Sejak diberitakan terbentuknya Club Poligami, ‘tema’ Poligami makin favorit menjadi perbincangan dan perdebatan. Masalah sensitif antar gender itu sampai kapanpun mungkin akan tetap menjadi kontraversi yang tak berkesudahan.

Poligami memang dibolehkan dalam Islam, dengan syarat MAMPU ADIL. Lantas, ADIL yang bagaimana yang disyaratkan itu? Adil, menurut kamus Bahasa Indonesia berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Adil dalam ilmu akuntansi sama dengan balance, yang artinya seimbang. Seorang akuntan tidak akan meng-closed Neraca nya jika ada selisih walau satu rupiah pun pada account pasiva dan aktiva, karena Neraca itu mutlak harus balance, seimbang!. Adil dalam ilmu sipil atau arsitektur barangkali identik dengan presisi, yang artinya tepat, tidak boleh kurang juga tidak boleh lebih. Untuk mencapai presisi diperlukan perhitungan dengan ketelitian tingkat tinggi, karena meleset sedikit saja dapat berpengaruh pada struktur bangunan.

Lantas, jika Adil yang disyaratkan untuk berpoligami itu benar artinya adalah sama berat, seimbang, tepat, mampukah manusia melakukannya?
Kita bukan malaikat, bukan juga Rosul. Kita hanyalah manusia biasa yang punya akal pikiran, akal budi, perasaan, hati, dan naluri. Kita hanyalah manusia biasa yang juga punya ambisi, emosi, napsu, dan ego pribadi. Dan semuanya itu yang mempengaruhi kehidupan kita, bahkan dalam setiap helaan napas dan jejak langkah kita.
Dengan segala aset pribadi yang melekat itu, kira-kira mampukah manusia (kaum pria) melakukan adil dalam berpoligami? Hmmm... rasanya perlu perenungan mendalam untuk mendapatkan kejujuran semurni embun pagi. Dan.... kejujuran itu hanya dimiliki oleh hati nurani!

Bicara soal kejujuran, ada kenyataan menarik yang kamu semua perlu tahu. Singkat cerita, aku tanpa sengaja telah melakukan survey informal berkaitan dengan poligami. Caranya, dalam setiap kesempatan diajak ngobrol soal poligami, satu pertanyaan yang tak pernah aku lewatkan aku tanyakan para teman pria adalah, ”Andai poliandri dibolehkan, maukah kamu dipoliandri?” Jawabannya adalah : seratus persen mereka menjawab ”TIDAK”. Dan aku selalu lanjut bertanya, ”Kenapa?” Untuk pertanyaan kali ini mayoritas mereka hanya diam, entah tak ingin menjawab atau tak kuasa menjawab. Biasanya, aku yang melanjutkan dengan kalimat seperti ini, ”Kamu nggak perlu menjawab, karena aku rasa aku tahu jawabannya. Kamu tidak mau di-poliandri karena kamu nggak mau berbagi cinta. Kamu tidak mau diduakan. Kamu ingin memiliki dan dimiliki seutuhnya. Benar begitu?” Bisa dipastikan para pria itu akan tersenyum sambil menganggukkan kepala. Nahhhh...., para pria! Wanita sama dengan kalian, punya hati dan perasaan. Jadi, jika kalian tidak mau diduakan, ya jangan menduakan dong! Setuju?

Kamis, 22 Oktober 2009

Siapa Presidennya, Pentingkah?



Gimana menurut kamu? Siapa yang jadi Presiden, pentingkah? Mustinya penting dong ya! Kalau tidak, kenapa musti ada Pemilu yang ribet dan mahalnya minta ampun itu. Mustinya penting, karena Presiden yang punya hak untuk memilih para menteri. Mustinya penting, karena para menteri itulah yang akan dominan menggerakkan roda operasional negara.

Jadi, siapa Presidennya, pentingkah?
Mustinya penting, karena negeri ini masih carut marut oleh berbagai masalah lama yang seolah tiada berakhir. Korupsi, kemiskinan, pengangguran, hutang, dan masalah lainnya yang perlu untuk ditangani serius dan diselesaikan! Penting bagi kita punya seorang Presiden yang visioner yang punya integritas tinggi, punya kompetensi komplet, punya wawasan global, punya naluri membumi, dan yang terpenting punya kesadaran bahwa dia dipilih atas amanah rakyat, bukan oleh orang atau golongan.

Jadi, siapa Presidennya, pentingkah?
Mungkin tidak penting, jika rakyat kebanyakan tidak merasakan perubahan apa-apa! Jika ternyata pendidikan masih mahal, jika kesehatan masih sebuah kemewahan, jika untuk makan hari ini saja masih harus mencari entah kemana, jika korupsi masih meraja, jika..... rakyat masih merasa tak berdaya!

Jadi siapa Presidennya, pentingkah?
Kita tidak harus menjawabnya sekarang!

Selasa, 13 Oktober 2009

Teman, Bertemanlah!


Salah satu headline di harian Jawa Pos menulis sebuah judul besar hari ini : Cegah Depresi Dengan Bergaul. ”Hmmm... menarik banget!”, pikirku. Apa karena aku lagi depresi? Hahaha... rasanya enggak! Justru karena saat ini aku sedang memiliki lingkungan pergaulan yang amat menyenangkan. Lantas, apa menariknya dong?

Tahukah kamu, bahwa WHO memprediksi di tahun 2020 penyakit kesehatan jiwa menjadi penyakit yang paling banyak diderita oleh kaum perkotaan? Dan tahukah kamu, kalau indikator menurunnya kesehatan mental warga perkotaan di Metropolis kini mulai tampak? Meningkatnya kriminalitas, makin tingginya kasus KDRT, narkoba, bunuh diri, adalah cerminan dari tekanan hidup di perkotaan.

Hari ini, aku membaca di detik.com, bahwa seorang perempuan Indonesia penakluk mount Everest saat ini sedang dirawat di sebuah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Magelang karena mengalami gangguan jiwa akibat depresi berkepanjangan. Perempuan yang masih punya obsesi untuk menaklukkan 4 puncak gunung lagi itu selama ini merasa tidak mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Jiwanya pun menjadi terganggu!

Hari ini pula, sebuah headline utama harian Surya menulis dengan huruf besar : Ibu Ajak Bayinya Gantung Diri!
Jadi teringat berita beberapa waktu yang lalu, tentang seorang Ibu yang mengajak bunuh diri 2 orang anaknya karena merasa tidak ada kepastian dengan masa depannya. Padahal Ibu tersebut adalah seorang Insinyur dari sebuah universitas terkemuka di Bandung. Dan tragisnya, 2 anaknya tewas, sedang dirinya gagal bunuh diri!

Huhhhhh! Sudah demikian beratnyakah tekanan dalam hidup dan kehidupan ini?
Dan haruskah kita memikulnya sendiri?

Menurut dr. Nalini Muhdi SpKJ(K), ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Cabang Surabaya, janganlah pernah ragu untuk keluar rumah. Bergaul dengan teman dan sesama dapat menciptakan interaksi sosial di luar rutinitas. Lakukanlah hobby atau aktivitas lainnya yang menyenangkan, karena hal ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menurunkan tingkat depresi seseorang.

Nah teman, bertemanlah! Sekedar menelepon untuk bilang ’hay’, atau ngobrol sambil ngopi bersama seorang teman bisa jadi akan memberi kita inprasi. Jangan pernah merasa sendirian. Dan jangan pernah merasa hidup ini berat. Bukankah hidup ini memang harus diperjuangkan?

Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Gede Prama, penulis dan motivator yang religius itu, bahwa energi itu netral! Yang menjadikan energi itu menjadi energi positif atau negatif adalah tergantung bagaimana cara kita memandang suatu persoalan. Jika kita berpikir positif, maka energi akan menjadi energi positif. Demikian sebaliknya! Nah, semuanya tergantung kita, kan?

Kamis, 06 Agustus 2009

Burung Merak Itu Kini Terbang Tinggi

Breaking News di televisi pukul 23.00 tadi malam sungguh mengejutkan! Aku yang saat itu sudah nyaris tertidur, mendengar sayup-sayup sang reporter membacakan riwayat hidup seseorang. Seketika aku bangkit seraya melepas tanya dalam pikiran, “Siapa yang meninggal?”. Dan dalam hitungan detik, mataku tertuju pada tulisan dibawah layar yang menjadi judul liputan, WS. Rendra Meninggal Dunia.

Innaillahi wainnalillahi rojiun…
Kita (aku yakin kamupun berduka, sama seperti diriku) kembali berduka. Belum hilang rasa kaget mendengar kabar kematian Mbah Surip, kabar kematian penyair fenomenal ini pun tak kalah mengejutkan.
Sungguh tiada yang menyangka, dalam waktu kurang dari seminggu, negeri ini telah kehilangan dua putra terbaiknya. Putra terbaik yang telah memberikan inspirasi bagi banyak orang dari sudut yang berbeda.

Mbah Surip, dengan penampilan ala Bob Marley nya memberikan begitu banyak keceriaan dan kegembiraan lewat lagu-lagu yang dinyanyikannya. Penampilannya yang sederhana, lugu, dan eksentrik, dan tak pernah lepas dari tawa khasnya, seakan menjadi penawar dahaga yang menyejukkan bagi rakyat kebanyakan yang akhir-akhir ini sudah makin letih menghadapi carut marut negeri tercinta ini. Siapapun yang mendengar lagunya, atau bahkan ikut mendendangkannya, pasti akan merasa hidup ini begitu ringannya...

WS Rendra, dengan kata-katanya yang lugas, selalu membius para pembaca dan pendengarnya. Syair-syairnya selalu menyentuh hati, membakar semangat, membangkitkan idealisme, membela yang tertindas, dan menyadarkan kita untuk melihat hidup dan kehidupan ini dengan lebih melek mata, lebih bijak, dan manusiawi. Setiap katanya mengandung makna, setiap baris baitnya menyimpan maksud, setiap syairnya menggetarkan jiwa...

Kita kembali berduka. Namun kita boleh lega dan bangga, karena dua orang seniman yang bersahabat baik itu berpulang ke Surga dengan meninggalkan karya-karyanya yang luar biasa untuk kita semua. Kita masih bisa menikmatinya, dan mengenangnya sepanjang masa...


Salah satu puisi karya WS. Rendra yang menjadi favoritku,

Titipan
Karya : WS. Rendra

Seringkali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
Bahwa mobilku hanya titipan Nya,
Bahwa rumahku hanya titipan Nya,
Bahwa hartaku hanya titpan Nya,
Bahwa putraku hanya titipan Nya,

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
Kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titpan yang cocok dengan hawa nafsuku,
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua derita adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika : aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas ’perlakuan baikku’, dan menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

”Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”.

Senin, 13 Juli 2009

Aku Telah Belajar

Ada yang menggelitik hatiku saat, lagi-lagi, mengabadikan moment nyata kehidupan para nelayan di kota Banyuwangi ini. Sebuah kenyataan hidup yang barangkali selama ini tersembunyi atau bahkan terlupakan.

Aku telah belajar satu hal dari kehidupan para nelayan ini. Belajar bahwa tidak semua hasil yang kita perjuangkan selalu sesuai dengan harapan.

Aku telah belajar tentang satu hal, bahwa saat rejeki berlimpah, jangan habiskan! Karena esok mungkin rejeki kita berkurang atau bahkan tak cukup.

Aku telah belajar tentang satu hal, bahwa saat rejeki sedang kurang, jangan putus asa! Karena esok mungkin rejeki kita akan bertambah, atau bahkan berlebih.

Roda kehidupan akan terus berputar. Jangan pernah lengah atau menyerah saat kita berada pada salah satu sisinya....


1-1-2009,
Para nelayan ini merapat ke pantai dengan wajah ceria, seakan ingin menyapa pagi pertama di tahun 2009 dengan hati berbunga. Letih semalaman menghabiskan waktu di tengah lautan terhapus oleh rasa syukur karena membawa pulang hasil tangkapan yang berlimpah.
Akankah esok mereka kembali mendapatkan rejeki sebagus hari ini?


































7-7-2009,

Barangkali ini bukan pertamakali para nelayan ini pulang tanpa hasil.

Jala yang mereka tebar di tengah lautan, ternyata lebih banyak menangkap sampah daripada ikan.

Tentu, esok hari mereka tetap akan kembali ke laut. Karena bagi mereka, kegagalan hari ini bisa berarti keberuntungan untuk esok hari!


































































Minggu, 12 Juli 2009

Dermaga Hati

(Coretan Seorang Pujangga untuk kalian semua yang tlah menemukan Dermaga Hati)
















Cinta,
Di simpuhanmu aku berlabuh,
setelah lelah layar berpenjuru

Hati terjangkar,
teluk di dermagamu.
Aku kapal,
Sandar melesu.
Di belaimu aku juntai,
Kau yang sepoi-sepoi,
Letihku tersapu...

Hoo...
Mata-mata angin!
Tidakkah kau melihat?
Kembali aku,
Datang pada cinta!
Setelah lama mengapung,
Setelah lama terlarung,
Melayar melepas sauh,
Mengitar bertuju-tuju!
Kembali aku datang,
Pada cinta!
Melabuh aku,
Pada cinta!
Kini, hatiku terjangkar,
Pada cinta!

Langit!
Saksi setiap susur lunasku
Di air-air laut yang gelombang mengarus berliku.
Tidakkah kau mengaku?
Di sini aku teduh,
Di dermaga hatiku...

Laut!
Yang telapaki setiap burit kemudiku.
Tidakkah kau setuju?
Cinta adalah dermagaku.





Catatan :
Hay kawan, jika kalian ingin menyumbangkan tulisan/foto atau apapun yang bisa di-share melalui blog-ku ini, wahhh.... aku seneng sekali. Setidaknya kita akan bisa saling memberi corak warna-warni dalam kehidupan ini! Kutunggu...

Rabu, 08 Juli 2009

Sunrise Yang Langka?




Siapa bilang di pantai Boom Banyuwangi kita tidak bisa menyaksikan sunrise? Pegunungan yang berjajar di sepanjang garis lautan dianggap oleh sebagian orang menjadi penyebab tidak bisa terlihatnya sunrise secara sempurna. Hmmm, jika memang benar demikian, betapa beruntungnya aku karena bisa menyaksikan pesona sang fajar terbit dengan sempurna. Saat itu, Selasa 7 Juli 2009, sang mentari muncul di ufuk timur, tepat di atas palung yang terbentuk diantara pegunungan yang berjajar. Indah sekali!
Dan itulah keelokkan Mahakarya Sang Pencipta. Semburat jingga yang berpendar menciptakan keindahan alam di sekelilingnya. Keceriaan sang fajar pagi itu seolah ingin menyampaikan pesan, 'selalu sambutlah pagi dengan senyum dan semangat penuh harapan....'




























































































Kamis, 11 Juni 2009

Uji Nyali Taklukkan Jeram


Boom! Perahu karet yang aku tumpangi terbalik dengan keras menghantam badan sungai Pekalen yang dalam. Kami terlempar berhamburan, dayung ditangan pun hanyut dibawa arus. Entah berapa teguk air coklat sungai yang masuk ke kerongkonganku. Yang kuingat hanyalah rasa panik saat menyadari bahwa kakiku tak menjejak dasar sungai. Itu berarti sungainya sangat dalam. Aku yang tak begitu pandai berenang berusaha tenang setelah tersadar pelampung masih terpasang baik di badanku. “Tidur terlentang dengan posisi kepala diatas, dan ikuti saja arus. Jangan melawan!” Kata-kata itu selalu kuingat, dan itulah yang kemudian aku praktekkan.

Aku rebahkan badanku dengan santai, dan membiarkannya mengapung dan terlarung dibawa arus yang saat itu tak terlalu deras. Perasaanku pun kembali tenang. Dan wow! Sungguh luar biasa! Kepanikan sesaat yang terjadi, berubah menjadi kenyamanan yang sulit diungkapkan. Aku merasakan kedamaian saat tubuhku hanyut mengikuti arus sungai yang tenang. Sedangkan mataku dimanjakan oleh pemandangan indah tebing-tebing tinggi di sepanjang sisi sungai. Pohon-pohon berakar besar dan berbagai tanaman liar yang menghiasi tebing menambah keelokan yang seakan menyimpan beribu misteri. Selintas, tiba-tiba saja aku ingat petualangan dalam film Indian Jones atau The Lost World, sebuah petualangan yang selalu dekat dan menyatu dengan alam!

Setelah puas menikmati keindahan Mahakarya Tuhan itu, aku pun menepi menuju tempat peristirahatan yang memang telah disiapkan di tepi sungai. Dan hmmm, singkong parut goreng yang masih hangat dan air kelapa muda yang langsung diminum dari buahnya sudah menanti untuk disantap!

Menyusuri sungai dengan arus deras dan jeram yang menantang, rasanya tak akan pernah membuatku bosan. Sudah berulang kali aku melakukan olahraga menantang yang kini sudah menjadi olahraga fun itu, dan selalu ingin kembali lagi! Beberapa rute rafting telah aku coba, dan yang pertamakali aku melakukannya di Pulau Bali, menyusuri sungai Ayung yang punya pemandangan sangat indah. Yang terbaru, rute sepanjang 12 kilometer menyusuri Sungai Pekalen, Probolinggo. Banyak pemandangan indah nan eksotik yang tak jarang terkesan menyimpan misteri. Itulah salah satu alasan kenapa aku selalu ingin kembali. Selain tentu saja, deras dan terjalya jeram memberikan tantangan yang tak terlupakan.

Rafting, yang dulu dianggap sebagai olahraga penantang maut, kini lebih dikenal sebagai olahraga fun yang penuh gelak tawa. Para operator olahraga ini pun terus meningkatkan pelayanan, keamanan, dan pilihan rute sungai bagi para peminatnya. Peralatan yang mengikuti standard savety serta tim rescue yang berpengalaman, menjadikan olahraga pemacu andrenalin ini makin dicintai. Dan akulah salah satu pecintanya! Kini, aku ingin sekali mencoba arus dan jeram di sungai Citarik, Sukabumi, yang konon juga sangat menantang. Aku harus mencobanya! Siapa mau ikut?

Kamis, 28 Mei 2009

Apa Salah FaceBook?

FaceBook Haram! Inilah topik yang kini hangat diperbincangkan, didiskusikan dan diperdebatkan. Bermula dari pemberitaan di berbagai media massa tentang hasil bahtsul masail (forum diskusi keagamaan) yang diadakan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jawa Timur di Pondok Pesantren Putri Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, isu ini mengundang kontraversi dari berbagai pihak, terutama tentu, dari para FaceBooker.

Aku sendiri sempat terhenyak (sedikit kaget gitu lho) saat mendengar pemberitaan itu dari televisi. Dalam pikiranku saat itu spontan terlintas, ”Ada apa lagi ini, kok aneh-aneh saja?”. Gimana gak aneh, pikirku, jika kecanggihan teknologi yang secara nyata telah memberikan banyak manfaat itu justru diharamkan. Bahkan aku baru saja mencurahkan kekagumanku pada FaceBook, karena berhasil menyatukan kembali begitu banyak teman dan sahabat lama yang selama ini berserak tak tentu rimbanya (cari di arsip blog-ku, FaceBook Mengumpulkan Yang Berserak). Lantas jika FaceBook diharamkan, haruskah aku kehilangan mereka lagi yang nyatanya kini tersebar di berbagai kota dan benua itu? Nggak mau, dan nggak rela dong... Pasti!!! Kamu juga begitu, kan?

Tapi sekarang kita boleh sedikit lega (sedikit, karena kontraversi tentang FaceBook bukan tidak mungkin akan terus berlanjut). Karena Emha Nabil Haroen, juru bicara FMP3 Jatim, telah memberikan penjelasan lewat tulisannya yang berjudul Menjernihkan Fatwa FaceBook, Jawa Pos, Kamis, 28 Mei 2009. Emha mengklarifikasi tentang isu fatwa Facebook Haram yang menurutnya telah menjadi carut marut akibat pemberitaan yang tidak proposional, sepotong-potong, serta pemahaman yang dangkal. Secara tegas Emha ingin menggarisbawahi bahwa FMP3 Jatim tidak menjatuhkan hukum haram terhadap fasilitas jejaring sosial-virtual seperti audio call, video call, SMS, 3G, YM, Friendster, dan tentu saja Facebook. Yang diharamkan adalah penggunaan fasilitas-fasilitas itu untuk tujuan-tujuan yang tidak tepat.

Beberapa waktu yang lalu, juga ramai diberitakan bahwa pemerintah Inggris akan melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas situs jejaring sosial Facebook. Caranya, semua lalulintas melalui Facebook akan dimonitor lewat database pemerintah yang disebut Big Brother. Mau tahu alasannya? Karena pemerintah Inggris melihat celah jika situs pertemanan ini bisa menjadi pintu masuk bagi para teroris! Nah Lho?! Konon pihak Facebook berencana melobby pemerintah Inggris terkait hal tersebut.

Memang tidak bisa dipungkiri jika perkembangan kemajuan teknologi saat ini seringkali belum diimbangi dengan kesiapan para pemakainya. Baik kesiapan secara teknis penggunaannya, maupun kesiapan untuk menggunakannya secara dewasa, bermoral dan beretika. Dan jika akar masalahnya adalah pada ’user’, adilkah jika yang dipojokkan bahkan dieksekusi adalah teknologinya? Memangnya Facebook salah apa?

Minggu, 17 Mei 2009

Perbedaan Itu Indah Bagai Pelangi























Mengapa pelangi bisa terlihat sangat indah? Jawabannya adalah, karena pelangi memiliki banyak warna-warni yang berbeda. Ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Berbagai macam warna itu saling berhimpitan sehingga membentuk nuansa yang sangat indah penuh harmoni. Bayangkan jika pelangi itu hanya terdiri dari satu warna saja!

Begitulah seharusnya kita melihat perbedaan. Dan hanya dengan membuka mata hati, kita akan bisa melihat perbedaan itu bagai warna-warni pelangi. Sayang kita tidak selalu bisa membuka mata hati, hingga terkadang perbedaaan justru dijadikan alasan untuk memenangkan ego bertopeng nurani. Yang akhirnya akan menorehkan luka dan bahkan menyakiti…

Puisi di bawah ini aku tulis sebagai ungkapan hati yang mempertanyakan kenapa manusia masih sering mempersoalkan perbedaan. Aku persembahkan untuk kamu semua yang mau membuka mata hati, dan special untuk sahabatku Gaby dan Dayu, “perjuangkan terus cintamu!”.


Galau
(Mengapa manusia menjadikannya berbeda)

Gemerlap bintang
Rembulan berbinar
Yang kulihat hanya langit malam...
Aku terus melangkah dalam keremangan, berusaha kokoh akan sebuah keyakinan.
Berbekal asa berbalut tanya yang entah kemana bermuara,
Jalan terasa panjang tak berkesudahan,
Yang kucari entah dimana tersembunyi, namun aku bisa rasakan begitu dekat.
Darahku deras berdesir, batinku lantang berbisik,
”Kamu akan menemukannya...!”

Aku terus mencoba mencari
Menepis segala galau yang membelenggu
Hingga aku tak kuasa lagi berdiri
Lunglai bersimpuh mengadu padaMU
Mengiba berharap Engkau menepis segala risau
Memberi jawab akan sebuah tanya yang selama ini begitu rumit

Tuhan, bukankah kami semua karya ciptaMU?
Tidakkah kami semua adalah kekasihMU?

Tapi mengapa manusia menjadikannya berbeda
Menutup mata hati hingga menorehkan luka
Memasung cinta pada belenggu berukir kamu bukan aku
Menggerus kasih tulus beralas makna semu
Tuhan, ijinkan aku,
Mencerna jawabMu atas segala tanyaku,
dengan mendengar bisik lirih hati kecilku
Aku yakin itu bisikkanMU...


Rabu, 13 Mei 2009

FaceBook, Mengumpulkan Yang Berserak















“Akhirnyaa…. aku menemukanmu juga, Nit”, tulis seorang teman baikku saat di SMP dulu. “Masya Allah… aku perhatiin baik-baik, ternyata ini kamu Nit!” tulis teman lamaku yang lain. “Aku search aja nama kamu, aku yakin kamu yang hobby baca dan menulis pasti gak jauh-jauh dari komputer. Dan tenyata ketemu beneran, kan?” sambung lainnya.

Komentar-komentar penuh nada kejutan itu tertulis semua dalam wall Facebook-ku. Sejak aku menjadi member Facebook (Fb) kira-kira 3 bulan yang lalu, kejutan demi kejutan memang terus mengalir. Pernah aku tertegun, tidak percaya dan tidak menduga karena bisa bertemu lagi dengan seorang teman baik yang udah puluhan tahun raib entah kemana.
Tak jarang kaget juga melihat perubahan wajah dan fisik teman-teman masa ABG itu. Ada yang masih tetap saja imut. Tapi ada juga yang sudah berubah total, yang misalnya ketemu berpapasan pun mungkin aku tidak akan mengenalinya. Ternyata manusia bermetamorfosis juga, ya!

Hingga kini sudah banyak teman-teman jadul (jaman dulu) ku kembali muncul. Mereka tersebar dimana-mana, diberbagai kota bahkan di berbagai negara. Dan kini, lagi-lagi, kemajuan teknologi menjadikan jarak itu menjadi tak berarti. Tak heran jika kemudian jejaring dunia maya yang dikembangkan oleh Facebook pun menjadi mewabah.

Tak puas hanya bertemu di cyber earth, reuni kecil-kecilan pun mulai dilakukan. Nggak ada kata lain yang bisa menggambarkan bagaimana suasana saat kami bertemu setelah belasan bahkan puluhan tahun terpisah, selain kata ”seru banget....!”.

Bertemu dengan teman-teman lama, dan terjalinnya kembali komunikasi dengan mereka, tentu menjadi kebahagiaan tersendiri. Karena teman dan sahabat adalah bagian yang punya makna dalam kehidupan ini. Dan siapa sangka yang berhasil mengumpulkan kami semua adalah sebuah ide sederhana namun cerdas bernama ’Facebook’!
-Merajut Kembali Yang Sempat Terputus-

Jumat, 24 April 2009

DEMOKRASI, Hanya Untuk Yang Mengerti?











(Dalam Demokrasi, setiap pendapat adalah penting dan berharga)

Aku punya kenangan manis tentang demokrasi. Saat duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, aku pernah melakukan demonstrasi bersama teman-teman sekelas. Dipimpin oleh Alvin Bakri, sang ketua kelas, yang beberapa komentarnya ada di blog-ku ini, kami berbondong-bondong mendatangi kantor Kepala Sekolah. Tapi kami datang dengan tertib dan damai. Tanpa teriakan, tanpa coretan-coretan provokatif, tanpa yel-yel, tanpa orasi. Karena kami hanya ingin menyampaikan satu tuntutan yang sangat kami mengerti, yaitu minta guru wali kelas diganti!

Ceritanya, saat itu kami sudah mendekati ujian akhir. Tapi kami merasa walikelas waktu itu tidak menyiapkan kami untuk ’siap tempur’. Backgroundnya sebagai guru kesenian membuat kami lebih sering diajari menyanyi, sementara murid-murid di kelas lainnya sibuk berlatih mengerjakan rumus-rumus pelajaran yang rumit. Sungguh kami tidak bermaksud mengecilkan kualitas walikelas kami itu, tapi kami hanya ingin menyampaikan bahwa beliau bukanlah walikelas yang tepat untuk kelas 6. Dan syukurlah saat itu juga Bapak Kepala Sekolah merespons positif aspirasi kami. Besoknya, kami mendapat walikelas baru, seorang guru muda yang energik dan berwawasan luas.

Setiap mengenang peristiwa itu, aku suka tersenyum sendiri. Ada rasa lucu dan bangga, ternyata kecil-kecil waktu itu kami sudah bisa berdemokrasi secara benar dan damai.

Sangat berbeda dengan cara berdemokrasi yang saat ini sering dilakukan. Yaitu cara-cara yang cenderung berlebihan, memaksakan kehendak, bahkan tak jarang merugikan dan membahayakan orang lain.

Sebenarnya beruntung kita hidup di negara yang menganut paham Demokrasi, sehingga kita memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, berorganisasi, maupun berserikat. Bahkan kita sebagai rakyat memiliki kekuasaan untuk menentukan kebijakan negara melalui tangan-tangan wakil kita di parlemen yang telah kita pilih sendiri. Dan Demokrasi Pancasila yang mengajarkan musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan cermin kepribadian luhur masyarakat asli Indonesia. Hal terpenting dalam demokrasi, bahwa setiap pendapat adalah berharga. Namun, sudahkah demokrasi di negeri ini berjalan sesuai azasnya? Apalagi ketika kepentingan pribadi dan golongan mulai dipandang lebih penting untuk diperjuangkan.

Meninggalnya ketua DPRD Sumatera Utara beberapa waktu lalu setelah menghadapi beringasnya para demonstran, juga menjadi salah satu fakta bahwa demokrasi di negeri ini masih sangat perlu pembinaan dan pembelajaran. Tanpa pengetahuan dan pengertian yang cukup tentang bagaimana berdemokrasi, demokrasi akan menjadi democrazy!

Lantas bagaimana dengan Pesta Demokrasi 9 April yang lalu? Sudahkah mencerminkan demokrasi yang hakiki? Melihat perkembangan suhu politik saat ini yang makin terasa seru, kita tunggu dan lihat saja bagaimana endingnya, apakah para elit politik di negeri ini telah memahami makna berdemokrasi!

Senin, 20 April 2009

Perempuan Kini, Berkarya dan Mengabdi

(dipersembahkan bagi para pengagum perempuan)

















Siang yang terik di Surabaya. Aku menghentikan laju mobil karena traffic light menyala merah. Lalu tanpa sengaja aku melihat ke kaca spion, dan mataku tertuju pada sebuah pemandangan di belakang mobilku yang bagiku menakjubkan. Seorang Ibu menggendong anaknya dengan kain yang terlihat lusuh. Di tangan kanannya terlihat setumpuk koran. Seakan tak menghiraukan garangnya matahari siang, dia berjalan dari mobil yang satu ke mobil lainnya untuk menawarkan korannya. Sesekali terlihat dia membetulkan penutup kepala anaknya, seakan tak rela jika buah hati tercintanya itu harus terpanggang kepanasan.

Tanpa aku sadari, 60 detik di traffic light itu memunculkan kekagumanku pada Ibu itu. Selintas terbersit pertanyaan dalam pikiranku, ”Kemana suaminya?” Tapi saat itu juga, pikiranku yang lain menimpali, ”Barangkali dia bekerja untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan hidup yang kini memang makin mahal”.

Di sekitar kehidupanku pun, banyak perempuan yang tetap berkarya walau telah berkeluarga. Tuntutan biaya hidup, eksistensi diri, kebutuhan bersosialisai, adalah beberapa pertimbangan yang mungkin mendasari. Dalam perkembangannya kini, keberadaan keluarga, suami dan anak-anak tak jarang justru memberikan dorongan dan motivasi perempuan untuk berkarya. Perempuan yang hanya tahu urusan dapur, rasanya hal yang makin langka dijumpai. Perempuan kini telah berkembang menjadi sosok yang makin pintar, dewasa dan mandiri.

Apakah itu berarti perempuan modern saat ini telah meninggalkan kodratnya sebagai perempuan? Hmmm, salah besar! Perempuan adalah sosok yang kuat dan hebat. Bahkan menurut penelitian, perempuan memiliki multi talenta. Maka tak heran jika perempuan mahir mengetik komputer, sekaligus mahir memasak. Banyak perempuan yang pandai bernegosiasi urusan bisnis, tapi juga bisa jadi teman curhat yang asyik bagi buah hatinya. Perempuan juga bisa jadi pemimpin yang disegani, namun juga bisa jadi pendamping yang meneduhkan bagi pasangannya.

Kenapa juga Tuhan mengkodratkan perempuan yang melahirkan, bukan laki-laki? Barangkali karena perempuan lebih kuat berjuang dalam kesakitan, atau mungkin karena perempuan memiliki ketulusan cinta kasih yang begitu dalam hingga rela mempertaruhkan nyawanya.

Namun, perempuan juga memiliki keterbatasan. Tapi itu bukanlah sebuah kelemahan, bahkan bisa menjadi sebuah keindahan.

Sebagai seorang perempuan, kita harus bangga dan berterimakasih pada RA. Kartini, pejuang kaum perempuan. Kebesaran tekadnya telah membawa kita ke kemerdekaan seperti saat ini. Jangan pernah membuat Kartini kecewa. Kita harus tunjukkan bahwa perempuan tidak hanya sekedar singgah di dunia ini, tetapi keberadaan kita akan selalu membawa inspirasi...

Senin, 13 April 2009

Darling Harbour di Selat Madura












(Selat Madura dikala senja)
Libur long week end kemarin, aku manfaatkan untuk memenuhi ajakan seorang teman untuk mengunjungi kampung halamannya di Pamekasan, Madura.

Minggu pagi, kami berlima plus seorang driver, menuju pulau yang sebentar lagi bisa dijangkau tanpa menyeberangi lautan itu. Beruntung di pelabuhan Ujung Surabaya masih sepi, sehingga mobil kami bisa langsung masuk ke dalam kapal tanpa harus antri seperti yang
biasanya terjadi. Perjalanan melintas selat Madura itu aku manfaatkan untuk mendokumentasikan panorama yang terbentang di depan mata. Mulai dari patung Jalasveva Jayamahe yang terlihat gagah menjaga samudra, hingga hilir mudik warna warni kapal-kapal niaga yang menambah keindahan pagi itu. Puluhan kapal yang parkir di perairan pun menyajikan pemandangan yang sangat sayang jika dilewatkan. Sekilas aku jadi teringat Darling Harbour, Sidney. Hanya bedanya, disana air lautnya jernih membiru, sangat bersih, dan yang terparkir adalah kapal-kapal pesiar pribadi. Di malam hari, Darling Harbour menjadi tempat yang sangat indah dan romantis. Sedangkan di selat Madura, air lautnya bagai air sungai kecoklatan, dan banyak terlihat sampah dimana-mana.

(Darling Harbour, Sidney, Oktober, 2006)

Menyusuri pulau Madura mulai dari Pakal, Bangkalan, Sampang, dan akhirnya sampai di Pamekasan, tak banyak catatan yang terekam dalam benakku. Sepanjang perjalanan, hampir tidak ada pemandangan istimewa yang terlihat. Bahkan cenderung lengang (barangkali penduduknya banyak yang berimigrasi ke Surabaya), jumlah pemukiman penduduk tidak terlalu padat, sawah yang tak terlalu subur, udara yang panas, tak banyak bangunan-bangunan bagus.
Yang sedikit istimewa, saat masuk kawasan Sampang, kita bisa menikmati panorama laut di sepanjang sisi kanan jalan. Dan kami

sempat menyaksikan para nelayan secara gotong royong memperbaiki jaring ikan yang sangat panjang. Jaring itu digelar di sepanjang jalan, yang jika diukur kira-kira panjangnya bisa mencapai 1 kilometer.

Diantara kota-kota yang kami lewati itu, Pamekasan adalah kota terbesar dan maju.
(Selat Madura, April, 2009)
Terlihat dari luas kotanya serta bangunan-bangunan rumah dan fasilitas yang berdiri disana. Masyarakatnya pun terlihat lebih modern, dan sepertinya memiliki daya beli yang lebih baik.

Seharian berkeliling pulau Madura, ada satu hal yang sangat menggelitik pikiranku. Mau tahu? Ternyata, di Madura gak ada soto Madura! Tentu saja aku kecewa berat, karena sejak berangkat sudah
membayangkan lezatnya soto asli Madura.
Maka untuk membayar kekecewaan itu, hanya satu keinginanku sesampainya di Surabaya, makan soto Madura! Nah lho?!
Beberapa hasil bidikanku lainnya :






Penjaga Samudra - Patung Jalasveva Jayamahe






Siapa Tercepat?
Terbesar vs Terkecil
Teetttt.... minggirrrr!!!!