Kamis, 12 Februari 2009

Cinta Pandangan Pertama














Cinta pada pandangan pertama! Kalimat paling tepat untuk menggambarkan cintaku padanya. Aku memang langsung jatuh hati saat pertama kali melihatnya, 5 tahun yang lalu. Entah karena apa, yang jelas keberadaannya saat itu telah menarik perhatianku. Bukan hanya tubuhnya yang jangkung, tapi juga gayanya, sikapnya, sorot matanya, semuanya...
Kami pun mulai dekat. Saling bercerita, bercanda dan tertawa. Aku sangat bahagia saat bisa berlibur bersamanya, meski hanya berenang dan makan bersama.
Meski pun kami tidak terlalu sering bertemu, namun hatiku serasa sudah tertambat. Tak jarang dalam keheningan malam aku memikirkannya. ”Sudah tidur lelapkah dia disana?”

Saat kami makin dekat, keadaan harus membuat kami berpisah. Ia pindah ke kota Malang. Tak terlalu jauh dari Surabaya, namun cukup membuat hatiku sedih.
Ia pun sangat gembira saat aku mengunjunginya di Malang. Ia langsung menghambur dan memelukku. Aku pun makin cinta padanya...

Kesibukan pekerjaan telah membuat kami jarang lagi bertemu. Sebuah ego manusia yang lebih memilih urusan dunia dibanding memupuk rasa cinta. Dan tak terasa tiga tahun sudah kami benar-benar putus hubungan... Tragis!

Entah kekuatan apa (aku yakin kekuatan cinta!), akhir-akhir ini aku sering terbayang-bayang wajahnya. Bagaimana dia sekarang? Tidakkah ia merindukan kehadiranku?
Aku pun bertekad mencarinya. Betapa sedihnya aku saat ada info yang mengatakan ia telah pindah ke Bandung. Kemana aku harus menemuinya?
Akupun melacak ke rumahnya di Surabaya dan di Malang. Bersyukur ternyata ia masih tinggal di Malang, di rumahnya tiga tahun yang lalu.

Hari Minggu, 8 Februari 2009 adalah hari yang kutunggu. Itu adalah hari special karena aku akan bertemu lagi dengan cinta pandangan pertamaku.

Rumah besar dengan arsitektur zaman Belanda itu masih tampak seperti yang dulu. Pintu pagar besi yang lebar nampak dibiarkan terbuka seakan menyambut kedatanganku.
Aku menunggu di ruang tamu dengan hati berdebar.
Saat ia muncul, aku langsung memeluknya erat dan menciumi pipinya. Seakan tertumpah segala rindu dan rasa bersalah selama ini telah melupakannya. Ia semula nampak bingung seolah tidak mengenaliku. Aku pun berusaha mengembalikan ingatannya. Aku tunjukkan foto-foto kenangan saat kami sering bertemu di Surabaya. Ia pun tersenyum dan mulai mengingatku lagi.

Aku bahagia sekali melihat wajahnya ceria saat kuletakkan sebuah kado di tangannya. Ia pun segera berlari berhambur menghampiri teman-temannya seolah tak sabar menceritakan kebahagiaannya.












Aku dan Gaby


Ia, gadis cilik itu, Gaby, sejak kecil telah hidup di Panti Asuhan. Mungkin ia tidak pernah mengenal siapa orang tuanya. Tapi ia memiliki Ibu panti dan para pendamping yang selalu memberikan cinta kasihnya. Juga cinta kasih dari kita...

Gaby, yang pertama kali aku melihatnya di panti Asuhan Matahari Terbit Surabaya, kini telah tumbuh besar dan sudah kelas 4 SD. Melihat sosoknya kini, aku yakin ia gadis cilik yang kuat, tegar dan cerdas.
Kehidupan di panti asuhan telah menempanya menjadi manusia yang siap berjuang menghadapi kehidupan.




Menu makan siang Gaby

Saat meninggalkan ’rumah’ Gaby hari Minggu itu, ada keteduhan dalam hatiku. Sebuah keyakinan bahwa tangan Tuhan akan selalu menjaga mereka semua....
Akupun melambaikan tangan dan berjanji dalam hati.
Gaby, aku pasti akan kembali menjumpaimu!






Ket : Image Love diambil dari www.scientificblogging.com; photo by sis.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar