Minggu, 07 Februari 2010

Saat Malaikat Menyambut Gus Dur


(Tulisan ini hanyalah imajinasi yang timbul sebagai ekspresi kekaguman dan rasa hormatku pada sosok yang begitu luar biasa, KH. Abdulrahmad Wahid yang lebih populer disapa Gus Dur)

“Selamat datang, manusia terpilih!” barangkali itu kalimat pertama yang diucapkan malaikat saat menyambut Gus Dur di alam kubur.

“Sebelum kamu memasuki kehidupan yang kekal, aku akan menjalankan tugasku dari Sang Pemilik Hidup, untuk menanyakan beberapa hal sebagai pertanggungjawabanmu selama singgah di kehidupan fana. Kamu tidak akan bisa mengingkari, karena yang menjawab semua pertanyaanku adalah matamu, telingamu, mulutmu, tanganmu, kakimu, bukan ragamu” Malaikat menjelaskan detil apa yang menjadi tugasnya.

”Bersiaplah!”

”Hay, mata! Apa saja yang kau lihat selama di dunia?”

”Wahai malaikat, meski aku diciptakan sebagai alat untuk melihat, tapi pemilikku tidak begitu saja mempercayaiku. Baginya, apa yang terlihat olehku belum tentu kebenaran yang sesungguhnya. Ia lebih banyak melihat dengan mata hatinya yang ia percaya, sehingga ia bisa melihat dengan sangat tajam. Karenanya ia bisa bersikap bijak, bertindak adil, menjunjung integritas, dan tidak silau oleh duniawi yang terlihat olehku.

”Mata, aku mencatat pengakuanmu!”.

”Hay, telinga! Apa saja yang kau dengar selama di dunia?”

”Wahai malaikat, aku telah diperlakukan sesuai fungsiku. Aku yang disebelah kiri, dan aku yang disebelah kanan sama-sama mendengar. Bukan seperti kebanyakan orang yang hanya mendengarku dari kanan dan lalu membuangnya dari sebelah kiri. Oleh karena itu pemilikku bisa mendengar dengan sangat tajam. Rintihan lirih rakyat kecil dan desah napas yang terhimpitpun dapat nyaring terdengar. Dia bisa menyaring dengan benar sehalus apapun bisikan-bisikan yang beredar. Dan dia akan menutup rapat-rapat diriku saat mendengar bujuk rayu tikus-tikus berkepala hitam, recau pengacau, dan gigau para pemburu kemilau dunia. Wahai malaikat, itulah sebenar-benarnya pengakuanku!”.

”Telinga, aku mencatat pengakuanmu!”.

”Hay mulut, kini giliranmu! Apa saja yang telah kau ucapkan selama di dunia?”

”Wahai malaikat, tidakkah kau tahu, banyak manusia di dunia sana yang kini merindukan apa yang terucap dariku?Karena selama di dunia aku dipakai pemilikku menyerukan segala sesuatu sesuai dengan idealismenya yang tak terpatahkan, pemikirannya yang tajam, serta prinsipnya yang tak tergoyahkan. Aku berani berkata yang benar memang benar adanya, dan aku tak segan berteriak lantang pada kezaliman. Aku pernah mengucap perkataan yang mungkin membuat muka sebagian kecil orang merah padam, namun aku lebih sering mengucap perkataan yang menyejukkan bagi sebagian besar orang. Apa yang kuucapkan kadang dicaci, namun lebih sering dipuji. Apa yang keluar dari diriku banyak menjadi inspirasi, ditunggu, dan dirindukan!
Wahai malaikat, tidakkah kau percaya pengakuan yang terucap dariku ini?”


”Mulut, aku mencatat pengakuanmu!”

”Hay, tangan! Mengakulah, apa saja yang kau lakukan selama di dunia?”

”Wahai malaikat, selama di dunia aku merengkuh banyak hal yang berserak hingga mereka berkumpul dan bersatu dalam kedamainan. Dengan kedua telapakku aku menggenggam segala perbedaan dan menjadikannya harmoni kehidupan. Aku selalu mengulurkan diriku bagi mereka yang terpinggirkan, menjabat erat semua yang menjadi kawan ataupun lawan, namun aku akan menutup erat telapakku bagi segala upeti dan umpan. Diriku sebelah kanan nyaris selalu berada di atas hingga banyak orang menyebut pemilikku seorang dermawan.
Wahai malaikat, semoga tak ada yang terlewat dalam catatanmu tentang pengakuanku ini”.

”Tangan, aku mencatat pengakuanmu!”

”Hay, kaki! Kemanakah kau melangkah selama di dunia?”

”Wahai malaikat, selama di dunia diriku telah melangkah panjang menelusuri setiap sudut kehidupan. Beragam negara dan benua telah aku jelajahi. Aku banyak berkeliling mengunjungi para sanak kerabat untuk menjalin tali silahturahmi. Langkahku pun tak pernah henti mengantar pemilikku mensyiarkan kebaikan dan kebajikan. Aku lebih sering menyusuri jalanan tempat kaum papa tinggal, dan tanpa lelah aku menapaki lorong-lorong temaram kehidupan untuk memberikan terang. Aku lebih sering berjalan kearah orang-orang yang terzalimi, dan aku tak pernah gentar berdiri terdepan memerangi para pemuja duniawi.
Wahai malaikat, itulah sejujur-jujurnya pengakuanku!”.


”Kaki, aku telah mencatat pengakuanmu!”.

(Malaikat telah menyelesaikan tugasnya, dan lalu bersiap pergi. Namun ia kembali mengucapkan kalimat terakhirnya.)

”Wahai manusia terpilih, aku telah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku telah mencatat semuanya, tidak kurang dan tidak lebih. Akan ada perhitungan yang menimbang segala amal perbuatan berdasar pengakuan itu.
Manusia terpilih, aku tak tahu apa yang kelak kemudian menjadi takdirmu. Namun aku punya keyakinan kuat tentang dirimu, insyaallah Tuhanmu telah menyiapkan sebaik-baiknya surga bagi dirimu, nanti dan selama-lamanya... Aku pun akan turut berdoa bagimu, manusia baik!”.

(Gus Dur, tokoh demokrasi dan pluralistik, ia telah berpulang meninggalkan dunia fana pada 30 Desember 2009. Meski sosok kharismatiknya tak kan pernah lagi kita lihat, namun semangat, prinsip dan idealismenya dalam memperjuangkan demokrasi, menegakkan keadilan, mengharmoniskan perbedaan, serta mengasihi kaum terpinggirkan, tetap menjadi inspirasi dan tauladan bagi semua anak bangsa yang memiliki nurani. Selamat jalan orang baik, engkau telah menyiapkan sendiri jalan menuju surga dengan kebajikan dan amal baik yang senantiasa engkau tebar selama persinggahanmu di dunia ini).




















































1 komentar:

  1. Anda menceritakan kekaguman akan kelebihan Gus Dur dengan cara yang beda
    Imajinatif

    BalasHapus