Rabu, 17 November 2010

Menyusuri Jejak Keganasan Merapi

13-14 November 2010

















Ada sebuah nasehat yang pernah aku dengar, “Takdir itu adalah ketetapan yang menjadi kehendakNYA. Tidak ada seorangpun punya daya untuk menolaknya”.

Nasehat itu terngiang kembali di telingaku saat berada di lokasi bencana Gunung Merapi.

“Inilah takdir”, bisik hatiku.
Bagaimana tidak? Desa yang aku datangi itu, desa Kaliurang, Magelang, adalah desa yang dikenal makmur dengan ribuan hektar kebun salak pondoh. Dan kini desa itu menjadi desa mati berwarna abu-abu kelam yang menyedihkan. Sejak meletusnya Gunung Merapi, desa tersebut ditinggalkan oleh seluruh warganya yang dievakuasi ke pengungsian. Desa dalam zona 11 km ini dinyatakan sebagai salah satu lokasi bahaya yang harus dikosongkan. Hanya ada beberapa orang yang ditugaskan untuk menjaga dan memantau desa ini. Itupun setelah aktivitas Merapi dinyatakan sudah menurun. Aku dan beberapa teman berkesempatan mengunjungi mereka untuk mengantarkan bahan makanan dan air mineral. Karena disana air bersih pun telah tercemar abu.

Menyusuri sepanjang jalan desa membuat hati miris. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya warna abu-abu. Rumah-rumah, jalanan, sungai, ribuan hektar pohon salak, semuanya tertutup abu tebal. Beberapa orang terlihat membersihkan jalanan, beberapa orang lainnya terlihat nekat memanen salak-salak dari pohonnya.

Sementara itu, dari atas jembatan Kali Bebeng dapat dilihat luapan lumpur dan batu-batu besar yang hanyut terbawa arus lahar dingin. Melihatnya, membuat aku merasa sangat kecil berada dalam luasnya alam raya yang menjadi kuasaNYA. Apalagi sayup-sayup gemuruh gunung Merapi bisa terdengar dari sini.

Pemulihan pasca bencana tentu membutuhkan kerja keras dan sungguh-sungguh dari pemerintah. Pemulihan ekonomi, sarana prasana, serta trauma psikis layak mendapat prioritas.
Kepedulian para relawan yang bahu membahu menyentuh para korban, pun sangat membesarkan hati. Mereka menghibur, melayani, menemani, dan memberikan cintanya.

Semoga bencana ini segera berlalu, dan berganti dengan anugerah. Karena anugerah dan bencana adalah sama-sama kehen
dakNYA...


Rekam jejak lainnya :


































































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar