Kamis, 11 Juni 2009

Uji Nyali Taklukkan Jeram


Boom! Perahu karet yang aku tumpangi terbalik dengan keras menghantam badan sungai Pekalen yang dalam. Kami terlempar berhamburan, dayung ditangan pun hanyut dibawa arus. Entah berapa teguk air coklat sungai yang masuk ke kerongkonganku. Yang kuingat hanyalah rasa panik saat menyadari bahwa kakiku tak menjejak dasar sungai. Itu berarti sungainya sangat dalam. Aku yang tak begitu pandai berenang berusaha tenang setelah tersadar pelampung masih terpasang baik di badanku. “Tidur terlentang dengan posisi kepala diatas, dan ikuti saja arus. Jangan melawan!” Kata-kata itu selalu kuingat, dan itulah yang kemudian aku praktekkan.

Aku rebahkan badanku dengan santai, dan membiarkannya mengapung dan terlarung dibawa arus yang saat itu tak terlalu deras. Perasaanku pun kembali tenang. Dan wow! Sungguh luar biasa! Kepanikan sesaat yang terjadi, berubah menjadi kenyamanan yang sulit diungkapkan. Aku merasakan kedamaian saat tubuhku hanyut mengikuti arus sungai yang tenang. Sedangkan mataku dimanjakan oleh pemandangan indah tebing-tebing tinggi di sepanjang sisi sungai. Pohon-pohon berakar besar dan berbagai tanaman liar yang menghiasi tebing menambah keelokan yang seakan menyimpan beribu misteri. Selintas, tiba-tiba saja aku ingat petualangan dalam film Indian Jones atau The Lost World, sebuah petualangan yang selalu dekat dan menyatu dengan alam!

Setelah puas menikmati keindahan Mahakarya Tuhan itu, aku pun menepi menuju tempat peristirahatan yang memang telah disiapkan di tepi sungai. Dan hmmm, singkong parut goreng yang masih hangat dan air kelapa muda yang langsung diminum dari buahnya sudah menanti untuk disantap!

Menyusuri sungai dengan arus deras dan jeram yang menantang, rasanya tak akan pernah membuatku bosan. Sudah berulang kali aku melakukan olahraga menantang yang kini sudah menjadi olahraga fun itu, dan selalu ingin kembali lagi! Beberapa rute rafting telah aku coba, dan yang pertamakali aku melakukannya di Pulau Bali, menyusuri sungai Ayung yang punya pemandangan sangat indah. Yang terbaru, rute sepanjang 12 kilometer menyusuri Sungai Pekalen, Probolinggo. Banyak pemandangan indah nan eksotik yang tak jarang terkesan menyimpan misteri. Itulah salah satu alasan kenapa aku selalu ingin kembali. Selain tentu saja, deras dan terjalya jeram memberikan tantangan yang tak terlupakan.

Rafting, yang dulu dianggap sebagai olahraga penantang maut, kini lebih dikenal sebagai olahraga fun yang penuh gelak tawa. Para operator olahraga ini pun terus meningkatkan pelayanan, keamanan, dan pilihan rute sungai bagi para peminatnya. Peralatan yang mengikuti standard savety serta tim rescue yang berpengalaman, menjadikan olahraga pemacu andrenalin ini makin dicintai. Dan akulah salah satu pecintanya! Kini, aku ingin sekali mencoba arus dan jeram di sungai Citarik, Sukabumi, yang konon juga sangat menantang. Aku harus mencobanya! Siapa mau ikut?

Kamis, 28 Mei 2009

Apa Salah FaceBook?

FaceBook Haram! Inilah topik yang kini hangat diperbincangkan, didiskusikan dan diperdebatkan. Bermula dari pemberitaan di berbagai media massa tentang hasil bahtsul masail (forum diskusi keagamaan) yang diadakan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jawa Timur di Pondok Pesantren Putri Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, isu ini mengundang kontraversi dari berbagai pihak, terutama tentu, dari para FaceBooker.

Aku sendiri sempat terhenyak (sedikit kaget gitu lho) saat mendengar pemberitaan itu dari televisi. Dalam pikiranku saat itu spontan terlintas, ”Ada apa lagi ini, kok aneh-aneh saja?”. Gimana gak aneh, pikirku, jika kecanggihan teknologi yang secara nyata telah memberikan banyak manfaat itu justru diharamkan. Bahkan aku baru saja mencurahkan kekagumanku pada FaceBook, karena berhasil menyatukan kembali begitu banyak teman dan sahabat lama yang selama ini berserak tak tentu rimbanya (cari di arsip blog-ku, FaceBook Mengumpulkan Yang Berserak). Lantas jika FaceBook diharamkan, haruskah aku kehilangan mereka lagi yang nyatanya kini tersebar di berbagai kota dan benua itu? Nggak mau, dan nggak rela dong... Pasti!!! Kamu juga begitu, kan?

Tapi sekarang kita boleh sedikit lega (sedikit, karena kontraversi tentang FaceBook bukan tidak mungkin akan terus berlanjut). Karena Emha Nabil Haroen, juru bicara FMP3 Jatim, telah memberikan penjelasan lewat tulisannya yang berjudul Menjernihkan Fatwa FaceBook, Jawa Pos, Kamis, 28 Mei 2009. Emha mengklarifikasi tentang isu fatwa Facebook Haram yang menurutnya telah menjadi carut marut akibat pemberitaan yang tidak proposional, sepotong-potong, serta pemahaman yang dangkal. Secara tegas Emha ingin menggarisbawahi bahwa FMP3 Jatim tidak menjatuhkan hukum haram terhadap fasilitas jejaring sosial-virtual seperti audio call, video call, SMS, 3G, YM, Friendster, dan tentu saja Facebook. Yang diharamkan adalah penggunaan fasilitas-fasilitas itu untuk tujuan-tujuan yang tidak tepat.

Beberapa waktu yang lalu, juga ramai diberitakan bahwa pemerintah Inggris akan melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas situs jejaring sosial Facebook. Caranya, semua lalulintas melalui Facebook akan dimonitor lewat database pemerintah yang disebut Big Brother. Mau tahu alasannya? Karena pemerintah Inggris melihat celah jika situs pertemanan ini bisa menjadi pintu masuk bagi para teroris! Nah Lho?! Konon pihak Facebook berencana melobby pemerintah Inggris terkait hal tersebut.

Memang tidak bisa dipungkiri jika perkembangan kemajuan teknologi saat ini seringkali belum diimbangi dengan kesiapan para pemakainya. Baik kesiapan secara teknis penggunaannya, maupun kesiapan untuk menggunakannya secara dewasa, bermoral dan beretika. Dan jika akar masalahnya adalah pada ’user’, adilkah jika yang dipojokkan bahkan dieksekusi adalah teknologinya? Memangnya Facebook salah apa?

Minggu, 17 Mei 2009

Perbedaan Itu Indah Bagai Pelangi























Mengapa pelangi bisa terlihat sangat indah? Jawabannya adalah, karena pelangi memiliki banyak warna-warni yang berbeda. Ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Berbagai macam warna itu saling berhimpitan sehingga membentuk nuansa yang sangat indah penuh harmoni. Bayangkan jika pelangi itu hanya terdiri dari satu warna saja!

Begitulah seharusnya kita melihat perbedaan. Dan hanya dengan membuka mata hati, kita akan bisa melihat perbedaan itu bagai warna-warni pelangi. Sayang kita tidak selalu bisa membuka mata hati, hingga terkadang perbedaaan justru dijadikan alasan untuk memenangkan ego bertopeng nurani. Yang akhirnya akan menorehkan luka dan bahkan menyakiti…

Puisi di bawah ini aku tulis sebagai ungkapan hati yang mempertanyakan kenapa manusia masih sering mempersoalkan perbedaan. Aku persembahkan untuk kamu semua yang mau membuka mata hati, dan special untuk sahabatku Gaby dan Dayu, “perjuangkan terus cintamu!”.


Galau
(Mengapa manusia menjadikannya berbeda)

Gemerlap bintang
Rembulan berbinar
Yang kulihat hanya langit malam...
Aku terus melangkah dalam keremangan, berusaha kokoh akan sebuah keyakinan.
Berbekal asa berbalut tanya yang entah kemana bermuara,
Jalan terasa panjang tak berkesudahan,
Yang kucari entah dimana tersembunyi, namun aku bisa rasakan begitu dekat.
Darahku deras berdesir, batinku lantang berbisik,
”Kamu akan menemukannya...!”

Aku terus mencoba mencari
Menepis segala galau yang membelenggu
Hingga aku tak kuasa lagi berdiri
Lunglai bersimpuh mengadu padaMU
Mengiba berharap Engkau menepis segala risau
Memberi jawab akan sebuah tanya yang selama ini begitu rumit

Tuhan, bukankah kami semua karya ciptaMU?
Tidakkah kami semua adalah kekasihMU?

Tapi mengapa manusia menjadikannya berbeda
Menutup mata hati hingga menorehkan luka
Memasung cinta pada belenggu berukir kamu bukan aku
Menggerus kasih tulus beralas makna semu
Tuhan, ijinkan aku,
Mencerna jawabMu atas segala tanyaku,
dengan mendengar bisik lirih hati kecilku
Aku yakin itu bisikkanMU...


Rabu, 13 Mei 2009

FaceBook, Mengumpulkan Yang Berserak















“Akhirnyaa…. aku menemukanmu juga, Nit”, tulis seorang teman baikku saat di SMP dulu. “Masya Allah… aku perhatiin baik-baik, ternyata ini kamu Nit!” tulis teman lamaku yang lain. “Aku search aja nama kamu, aku yakin kamu yang hobby baca dan menulis pasti gak jauh-jauh dari komputer. Dan tenyata ketemu beneran, kan?” sambung lainnya.

Komentar-komentar penuh nada kejutan itu tertulis semua dalam wall Facebook-ku. Sejak aku menjadi member Facebook (Fb) kira-kira 3 bulan yang lalu, kejutan demi kejutan memang terus mengalir. Pernah aku tertegun, tidak percaya dan tidak menduga karena bisa bertemu lagi dengan seorang teman baik yang udah puluhan tahun raib entah kemana.
Tak jarang kaget juga melihat perubahan wajah dan fisik teman-teman masa ABG itu. Ada yang masih tetap saja imut. Tapi ada juga yang sudah berubah total, yang misalnya ketemu berpapasan pun mungkin aku tidak akan mengenalinya. Ternyata manusia bermetamorfosis juga, ya!

Hingga kini sudah banyak teman-teman jadul (jaman dulu) ku kembali muncul. Mereka tersebar dimana-mana, diberbagai kota bahkan di berbagai negara. Dan kini, lagi-lagi, kemajuan teknologi menjadikan jarak itu menjadi tak berarti. Tak heran jika kemudian jejaring dunia maya yang dikembangkan oleh Facebook pun menjadi mewabah.

Tak puas hanya bertemu di cyber earth, reuni kecil-kecilan pun mulai dilakukan. Nggak ada kata lain yang bisa menggambarkan bagaimana suasana saat kami bertemu setelah belasan bahkan puluhan tahun terpisah, selain kata ”seru banget....!”.

Bertemu dengan teman-teman lama, dan terjalinnya kembali komunikasi dengan mereka, tentu menjadi kebahagiaan tersendiri. Karena teman dan sahabat adalah bagian yang punya makna dalam kehidupan ini. Dan siapa sangka yang berhasil mengumpulkan kami semua adalah sebuah ide sederhana namun cerdas bernama ’Facebook’!
-Merajut Kembali Yang Sempat Terputus-

Jumat, 24 April 2009

DEMOKRASI, Hanya Untuk Yang Mengerti?











(Dalam Demokrasi, setiap pendapat adalah penting dan berharga)

Aku punya kenangan manis tentang demokrasi. Saat duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, aku pernah melakukan demonstrasi bersama teman-teman sekelas. Dipimpin oleh Alvin Bakri, sang ketua kelas, yang beberapa komentarnya ada di blog-ku ini, kami berbondong-bondong mendatangi kantor Kepala Sekolah. Tapi kami datang dengan tertib dan damai. Tanpa teriakan, tanpa coretan-coretan provokatif, tanpa yel-yel, tanpa orasi. Karena kami hanya ingin menyampaikan satu tuntutan yang sangat kami mengerti, yaitu minta guru wali kelas diganti!

Ceritanya, saat itu kami sudah mendekati ujian akhir. Tapi kami merasa walikelas waktu itu tidak menyiapkan kami untuk ’siap tempur’. Backgroundnya sebagai guru kesenian membuat kami lebih sering diajari menyanyi, sementara murid-murid di kelas lainnya sibuk berlatih mengerjakan rumus-rumus pelajaran yang rumit. Sungguh kami tidak bermaksud mengecilkan kualitas walikelas kami itu, tapi kami hanya ingin menyampaikan bahwa beliau bukanlah walikelas yang tepat untuk kelas 6. Dan syukurlah saat itu juga Bapak Kepala Sekolah merespons positif aspirasi kami. Besoknya, kami mendapat walikelas baru, seorang guru muda yang energik dan berwawasan luas.

Setiap mengenang peristiwa itu, aku suka tersenyum sendiri. Ada rasa lucu dan bangga, ternyata kecil-kecil waktu itu kami sudah bisa berdemokrasi secara benar dan damai.

Sangat berbeda dengan cara berdemokrasi yang saat ini sering dilakukan. Yaitu cara-cara yang cenderung berlebihan, memaksakan kehendak, bahkan tak jarang merugikan dan membahayakan orang lain.

Sebenarnya beruntung kita hidup di negara yang menganut paham Demokrasi, sehingga kita memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, berorganisasi, maupun berserikat. Bahkan kita sebagai rakyat memiliki kekuasaan untuk menentukan kebijakan negara melalui tangan-tangan wakil kita di parlemen yang telah kita pilih sendiri. Dan Demokrasi Pancasila yang mengajarkan musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan cermin kepribadian luhur masyarakat asli Indonesia. Hal terpenting dalam demokrasi, bahwa setiap pendapat adalah berharga. Namun, sudahkah demokrasi di negeri ini berjalan sesuai azasnya? Apalagi ketika kepentingan pribadi dan golongan mulai dipandang lebih penting untuk diperjuangkan.

Meninggalnya ketua DPRD Sumatera Utara beberapa waktu lalu setelah menghadapi beringasnya para demonstran, juga menjadi salah satu fakta bahwa demokrasi di negeri ini masih sangat perlu pembinaan dan pembelajaran. Tanpa pengetahuan dan pengertian yang cukup tentang bagaimana berdemokrasi, demokrasi akan menjadi democrazy!

Lantas bagaimana dengan Pesta Demokrasi 9 April yang lalu? Sudahkah mencerminkan demokrasi yang hakiki? Melihat perkembangan suhu politik saat ini yang makin terasa seru, kita tunggu dan lihat saja bagaimana endingnya, apakah para elit politik di negeri ini telah memahami makna berdemokrasi!

Senin, 20 April 2009

Perempuan Kini, Berkarya dan Mengabdi

(dipersembahkan bagi para pengagum perempuan)

















Siang yang terik di Surabaya. Aku menghentikan laju mobil karena traffic light menyala merah. Lalu tanpa sengaja aku melihat ke kaca spion, dan mataku tertuju pada sebuah pemandangan di belakang mobilku yang bagiku menakjubkan. Seorang Ibu menggendong anaknya dengan kain yang terlihat lusuh. Di tangan kanannya terlihat setumpuk koran. Seakan tak menghiraukan garangnya matahari siang, dia berjalan dari mobil yang satu ke mobil lainnya untuk menawarkan korannya. Sesekali terlihat dia membetulkan penutup kepala anaknya, seakan tak rela jika buah hati tercintanya itu harus terpanggang kepanasan.

Tanpa aku sadari, 60 detik di traffic light itu memunculkan kekagumanku pada Ibu itu. Selintas terbersit pertanyaan dalam pikiranku, ”Kemana suaminya?” Tapi saat itu juga, pikiranku yang lain menimpali, ”Barangkali dia bekerja untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan hidup yang kini memang makin mahal”.

Di sekitar kehidupanku pun, banyak perempuan yang tetap berkarya walau telah berkeluarga. Tuntutan biaya hidup, eksistensi diri, kebutuhan bersosialisai, adalah beberapa pertimbangan yang mungkin mendasari. Dalam perkembangannya kini, keberadaan keluarga, suami dan anak-anak tak jarang justru memberikan dorongan dan motivasi perempuan untuk berkarya. Perempuan yang hanya tahu urusan dapur, rasanya hal yang makin langka dijumpai. Perempuan kini telah berkembang menjadi sosok yang makin pintar, dewasa dan mandiri.

Apakah itu berarti perempuan modern saat ini telah meninggalkan kodratnya sebagai perempuan? Hmmm, salah besar! Perempuan adalah sosok yang kuat dan hebat. Bahkan menurut penelitian, perempuan memiliki multi talenta. Maka tak heran jika perempuan mahir mengetik komputer, sekaligus mahir memasak. Banyak perempuan yang pandai bernegosiasi urusan bisnis, tapi juga bisa jadi teman curhat yang asyik bagi buah hatinya. Perempuan juga bisa jadi pemimpin yang disegani, namun juga bisa jadi pendamping yang meneduhkan bagi pasangannya.

Kenapa juga Tuhan mengkodratkan perempuan yang melahirkan, bukan laki-laki? Barangkali karena perempuan lebih kuat berjuang dalam kesakitan, atau mungkin karena perempuan memiliki ketulusan cinta kasih yang begitu dalam hingga rela mempertaruhkan nyawanya.

Namun, perempuan juga memiliki keterbatasan. Tapi itu bukanlah sebuah kelemahan, bahkan bisa menjadi sebuah keindahan.

Sebagai seorang perempuan, kita harus bangga dan berterimakasih pada RA. Kartini, pejuang kaum perempuan. Kebesaran tekadnya telah membawa kita ke kemerdekaan seperti saat ini. Jangan pernah membuat Kartini kecewa. Kita harus tunjukkan bahwa perempuan tidak hanya sekedar singgah di dunia ini, tetapi keberadaan kita akan selalu membawa inspirasi...

Senin, 13 April 2009

Darling Harbour di Selat Madura












(Selat Madura dikala senja)
Libur long week end kemarin, aku manfaatkan untuk memenuhi ajakan seorang teman untuk mengunjungi kampung halamannya di Pamekasan, Madura.

Minggu pagi, kami berlima plus seorang driver, menuju pulau yang sebentar lagi bisa dijangkau tanpa menyeberangi lautan itu. Beruntung di pelabuhan Ujung Surabaya masih sepi, sehingga mobil kami bisa langsung masuk ke dalam kapal tanpa harus antri seperti yang
biasanya terjadi. Perjalanan melintas selat Madura itu aku manfaatkan untuk mendokumentasikan panorama yang terbentang di depan mata. Mulai dari patung Jalasveva Jayamahe yang terlihat gagah menjaga samudra, hingga hilir mudik warna warni kapal-kapal niaga yang menambah keindahan pagi itu. Puluhan kapal yang parkir di perairan pun menyajikan pemandangan yang sangat sayang jika dilewatkan. Sekilas aku jadi teringat Darling Harbour, Sidney. Hanya bedanya, disana air lautnya jernih membiru, sangat bersih, dan yang terparkir adalah kapal-kapal pesiar pribadi. Di malam hari, Darling Harbour menjadi tempat yang sangat indah dan romantis. Sedangkan di selat Madura, air lautnya bagai air sungai kecoklatan, dan banyak terlihat sampah dimana-mana.

(Darling Harbour, Sidney, Oktober, 2006)

Menyusuri pulau Madura mulai dari Pakal, Bangkalan, Sampang, dan akhirnya sampai di Pamekasan, tak banyak catatan yang terekam dalam benakku. Sepanjang perjalanan, hampir tidak ada pemandangan istimewa yang terlihat. Bahkan cenderung lengang (barangkali penduduknya banyak yang berimigrasi ke Surabaya), jumlah pemukiman penduduk tidak terlalu padat, sawah yang tak terlalu subur, udara yang panas, tak banyak bangunan-bangunan bagus.
Yang sedikit istimewa, saat masuk kawasan Sampang, kita bisa menikmati panorama laut di sepanjang sisi kanan jalan. Dan kami

sempat menyaksikan para nelayan secara gotong royong memperbaiki jaring ikan yang sangat panjang. Jaring itu digelar di sepanjang jalan, yang jika diukur kira-kira panjangnya bisa mencapai 1 kilometer.

Diantara kota-kota yang kami lewati itu, Pamekasan adalah kota terbesar dan maju.
(Selat Madura, April, 2009)
Terlihat dari luas kotanya serta bangunan-bangunan rumah dan fasilitas yang berdiri disana. Masyarakatnya pun terlihat lebih modern, dan sepertinya memiliki daya beli yang lebih baik.

Seharian berkeliling pulau Madura, ada satu hal yang sangat menggelitik pikiranku. Mau tahu? Ternyata, di Madura gak ada soto Madura! Tentu saja aku kecewa berat, karena sejak berangkat sudah
membayangkan lezatnya soto asli Madura.
Maka untuk membayar kekecewaan itu, hanya satu keinginanku sesampainya di Surabaya, makan soto Madura! Nah lho?!
Beberapa hasil bidikanku lainnya :






Penjaga Samudra - Patung Jalasveva Jayamahe






Siapa Tercepat?
Terbesar vs Terkecil
Teetttt.... minggirrrr!!!!