Kamis, 22 Oktober 2009

Siapa Presidennya, Pentingkah?



Gimana menurut kamu? Siapa yang jadi Presiden, pentingkah? Mustinya penting dong ya! Kalau tidak, kenapa musti ada Pemilu yang ribet dan mahalnya minta ampun itu. Mustinya penting, karena Presiden yang punya hak untuk memilih para menteri. Mustinya penting, karena para menteri itulah yang akan dominan menggerakkan roda operasional negara.

Jadi, siapa Presidennya, pentingkah?
Mustinya penting, karena negeri ini masih carut marut oleh berbagai masalah lama yang seolah tiada berakhir. Korupsi, kemiskinan, pengangguran, hutang, dan masalah lainnya yang perlu untuk ditangani serius dan diselesaikan! Penting bagi kita punya seorang Presiden yang visioner yang punya integritas tinggi, punya kompetensi komplet, punya wawasan global, punya naluri membumi, dan yang terpenting punya kesadaran bahwa dia dipilih atas amanah rakyat, bukan oleh orang atau golongan.

Jadi, siapa Presidennya, pentingkah?
Mungkin tidak penting, jika rakyat kebanyakan tidak merasakan perubahan apa-apa! Jika ternyata pendidikan masih mahal, jika kesehatan masih sebuah kemewahan, jika untuk makan hari ini saja masih harus mencari entah kemana, jika korupsi masih meraja, jika..... rakyat masih merasa tak berdaya!

Jadi siapa Presidennya, pentingkah?
Kita tidak harus menjawabnya sekarang!

Selasa, 13 Oktober 2009

Teman, Bertemanlah!


Salah satu headline di harian Jawa Pos menulis sebuah judul besar hari ini : Cegah Depresi Dengan Bergaul. ”Hmmm... menarik banget!”, pikirku. Apa karena aku lagi depresi? Hahaha... rasanya enggak! Justru karena saat ini aku sedang memiliki lingkungan pergaulan yang amat menyenangkan. Lantas, apa menariknya dong?

Tahukah kamu, bahwa WHO memprediksi di tahun 2020 penyakit kesehatan jiwa menjadi penyakit yang paling banyak diderita oleh kaum perkotaan? Dan tahukah kamu, kalau indikator menurunnya kesehatan mental warga perkotaan di Metropolis kini mulai tampak? Meningkatnya kriminalitas, makin tingginya kasus KDRT, narkoba, bunuh diri, adalah cerminan dari tekanan hidup di perkotaan.

Hari ini, aku membaca di detik.com, bahwa seorang perempuan Indonesia penakluk mount Everest saat ini sedang dirawat di sebuah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Magelang karena mengalami gangguan jiwa akibat depresi berkepanjangan. Perempuan yang masih punya obsesi untuk menaklukkan 4 puncak gunung lagi itu selama ini merasa tidak mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Jiwanya pun menjadi terganggu!

Hari ini pula, sebuah headline utama harian Surya menulis dengan huruf besar : Ibu Ajak Bayinya Gantung Diri!
Jadi teringat berita beberapa waktu yang lalu, tentang seorang Ibu yang mengajak bunuh diri 2 orang anaknya karena merasa tidak ada kepastian dengan masa depannya. Padahal Ibu tersebut adalah seorang Insinyur dari sebuah universitas terkemuka di Bandung. Dan tragisnya, 2 anaknya tewas, sedang dirinya gagal bunuh diri!

Huhhhhh! Sudah demikian beratnyakah tekanan dalam hidup dan kehidupan ini?
Dan haruskah kita memikulnya sendiri?

Menurut dr. Nalini Muhdi SpKJ(K), ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Cabang Surabaya, janganlah pernah ragu untuk keluar rumah. Bergaul dengan teman dan sesama dapat menciptakan interaksi sosial di luar rutinitas. Lakukanlah hobby atau aktivitas lainnya yang menyenangkan, karena hal ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menurunkan tingkat depresi seseorang.

Nah teman, bertemanlah! Sekedar menelepon untuk bilang ’hay’, atau ngobrol sambil ngopi bersama seorang teman bisa jadi akan memberi kita inprasi. Jangan pernah merasa sendirian. Dan jangan pernah merasa hidup ini berat. Bukankah hidup ini memang harus diperjuangkan?

Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Gede Prama, penulis dan motivator yang religius itu, bahwa energi itu netral! Yang menjadikan energi itu menjadi energi positif atau negatif adalah tergantung bagaimana cara kita memandang suatu persoalan. Jika kita berpikir positif, maka energi akan menjadi energi positif. Demikian sebaliknya! Nah, semuanya tergantung kita, kan?

Kamis, 06 Agustus 2009

Burung Merak Itu Kini Terbang Tinggi

Breaking News di televisi pukul 23.00 tadi malam sungguh mengejutkan! Aku yang saat itu sudah nyaris tertidur, mendengar sayup-sayup sang reporter membacakan riwayat hidup seseorang. Seketika aku bangkit seraya melepas tanya dalam pikiran, “Siapa yang meninggal?”. Dan dalam hitungan detik, mataku tertuju pada tulisan dibawah layar yang menjadi judul liputan, WS. Rendra Meninggal Dunia.

Innaillahi wainnalillahi rojiun…
Kita (aku yakin kamupun berduka, sama seperti diriku) kembali berduka. Belum hilang rasa kaget mendengar kabar kematian Mbah Surip, kabar kematian penyair fenomenal ini pun tak kalah mengejutkan.
Sungguh tiada yang menyangka, dalam waktu kurang dari seminggu, negeri ini telah kehilangan dua putra terbaiknya. Putra terbaik yang telah memberikan inspirasi bagi banyak orang dari sudut yang berbeda.

Mbah Surip, dengan penampilan ala Bob Marley nya memberikan begitu banyak keceriaan dan kegembiraan lewat lagu-lagu yang dinyanyikannya. Penampilannya yang sederhana, lugu, dan eksentrik, dan tak pernah lepas dari tawa khasnya, seakan menjadi penawar dahaga yang menyejukkan bagi rakyat kebanyakan yang akhir-akhir ini sudah makin letih menghadapi carut marut negeri tercinta ini. Siapapun yang mendengar lagunya, atau bahkan ikut mendendangkannya, pasti akan merasa hidup ini begitu ringannya...

WS Rendra, dengan kata-katanya yang lugas, selalu membius para pembaca dan pendengarnya. Syair-syairnya selalu menyentuh hati, membakar semangat, membangkitkan idealisme, membela yang tertindas, dan menyadarkan kita untuk melihat hidup dan kehidupan ini dengan lebih melek mata, lebih bijak, dan manusiawi. Setiap katanya mengandung makna, setiap baris baitnya menyimpan maksud, setiap syairnya menggetarkan jiwa...

Kita kembali berduka. Namun kita boleh lega dan bangga, karena dua orang seniman yang bersahabat baik itu berpulang ke Surga dengan meninggalkan karya-karyanya yang luar biasa untuk kita semua. Kita masih bisa menikmatinya, dan mengenangnya sepanjang masa...


Salah satu puisi karya WS. Rendra yang menjadi favoritku,

Titipan
Karya : WS. Rendra

Seringkali aku berkata, ketika orang memuji milikku, bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
Bahwa mobilku hanya titipan Nya,
Bahwa rumahku hanya titipan Nya,
Bahwa hartaku hanya titpan Nya,
Bahwa putraku hanya titipan Nya,

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
Kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titpan yang cocok dengan hawa nafsuku,
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua derita adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika : aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas ’perlakuan baikku’, dan menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...

”Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”.

Senin, 13 Juli 2009

Aku Telah Belajar

Ada yang menggelitik hatiku saat, lagi-lagi, mengabadikan moment nyata kehidupan para nelayan di kota Banyuwangi ini. Sebuah kenyataan hidup yang barangkali selama ini tersembunyi atau bahkan terlupakan.

Aku telah belajar satu hal dari kehidupan para nelayan ini. Belajar bahwa tidak semua hasil yang kita perjuangkan selalu sesuai dengan harapan.

Aku telah belajar tentang satu hal, bahwa saat rejeki berlimpah, jangan habiskan! Karena esok mungkin rejeki kita berkurang atau bahkan tak cukup.

Aku telah belajar tentang satu hal, bahwa saat rejeki sedang kurang, jangan putus asa! Karena esok mungkin rejeki kita akan bertambah, atau bahkan berlebih.

Roda kehidupan akan terus berputar. Jangan pernah lengah atau menyerah saat kita berada pada salah satu sisinya....


1-1-2009,
Para nelayan ini merapat ke pantai dengan wajah ceria, seakan ingin menyapa pagi pertama di tahun 2009 dengan hati berbunga. Letih semalaman menghabiskan waktu di tengah lautan terhapus oleh rasa syukur karena membawa pulang hasil tangkapan yang berlimpah.
Akankah esok mereka kembali mendapatkan rejeki sebagus hari ini?


































7-7-2009,

Barangkali ini bukan pertamakali para nelayan ini pulang tanpa hasil.

Jala yang mereka tebar di tengah lautan, ternyata lebih banyak menangkap sampah daripada ikan.

Tentu, esok hari mereka tetap akan kembali ke laut. Karena bagi mereka, kegagalan hari ini bisa berarti keberuntungan untuk esok hari!


































































Minggu, 12 Juli 2009

Dermaga Hati

(Coretan Seorang Pujangga untuk kalian semua yang tlah menemukan Dermaga Hati)
















Cinta,
Di simpuhanmu aku berlabuh,
setelah lelah layar berpenjuru

Hati terjangkar,
teluk di dermagamu.
Aku kapal,
Sandar melesu.
Di belaimu aku juntai,
Kau yang sepoi-sepoi,
Letihku tersapu...

Hoo...
Mata-mata angin!
Tidakkah kau melihat?
Kembali aku,
Datang pada cinta!
Setelah lama mengapung,
Setelah lama terlarung,
Melayar melepas sauh,
Mengitar bertuju-tuju!
Kembali aku datang,
Pada cinta!
Melabuh aku,
Pada cinta!
Kini, hatiku terjangkar,
Pada cinta!

Langit!
Saksi setiap susur lunasku
Di air-air laut yang gelombang mengarus berliku.
Tidakkah kau mengaku?
Di sini aku teduh,
Di dermaga hatiku...

Laut!
Yang telapaki setiap burit kemudiku.
Tidakkah kau setuju?
Cinta adalah dermagaku.





Catatan :
Hay kawan, jika kalian ingin menyumbangkan tulisan/foto atau apapun yang bisa di-share melalui blog-ku ini, wahhh.... aku seneng sekali. Setidaknya kita akan bisa saling memberi corak warna-warni dalam kehidupan ini! Kutunggu...

Rabu, 08 Juli 2009

Sunrise Yang Langka?




Siapa bilang di pantai Boom Banyuwangi kita tidak bisa menyaksikan sunrise? Pegunungan yang berjajar di sepanjang garis lautan dianggap oleh sebagian orang menjadi penyebab tidak bisa terlihatnya sunrise secara sempurna. Hmmm, jika memang benar demikian, betapa beruntungnya aku karena bisa menyaksikan pesona sang fajar terbit dengan sempurna. Saat itu, Selasa 7 Juli 2009, sang mentari muncul di ufuk timur, tepat di atas palung yang terbentuk diantara pegunungan yang berjajar. Indah sekali!
Dan itulah keelokkan Mahakarya Sang Pencipta. Semburat jingga yang berpendar menciptakan keindahan alam di sekelilingnya. Keceriaan sang fajar pagi itu seolah ingin menyampaikan pesan, 'selalu sambutlah pagi dengan senyum dan semangat penuh harapan....'




























































































Kamis, 11 Juni 2009

Uji Nyali Taklukkan Jeram


Boom! Perahu karet yang aku tumpangi terbalik dengan keras menghantam badan sungai Pekalen yang dalam. Kami terlempar berhamburan, dayung ditangan pun hanyut dibawa arus. Entah berapa teguk air coklat sungai yang masuk ke kerongkonganku. Yang kuingat hanyalah rasa panik saat menyadari bahwa kakiku tak menjejak dasar sungai. Itu berarti sungainya sangat dalam. Aku yang tak begitu pandai berenang berusaha tenang setelah tersadar pelampung masih terpasang baik di badanku. “Tidur terlentang dengan posisi kepala diatas, dan ikuti saja arus. Jangan melawan!” Kata-kata itu selalu kuingat, dan itulah yang kemudian aku praktekkan.

Aku rebahkan badanku dengan santai, dan membiarkannya mengapung dan terlarung dibawa arus yang saat itu tak terlalu deras. Perasaanku pun kembali tenang. Dan wow! Sungguh luar biasa! Kepanikan sesaat yang terjadi, berubah menjadi kenyamanan yang sulit diungkapkan. Aku merasakan kedamaian saat tubuhku hanyut mengikuti arus sungai yang tenang. Sedangkan mataku dimanjakan oleh pemandangan indah tebing-tebing tinggi di sepanjang sisi sungai. Pohon-pohon berakar besar dan berbagai tanaman liar yang menghiasi tebing menambah keelokan yang seakan menyimpan beribu misteri. Selintas, tiba-tiba saja aku ingat petualangan dalam film Indian Jones atau The Lost World, sebuah petualangan yang selalu dekat dan menyatu dengan alam!

Setelah puas menikmati keindahan Mahakarya Tuhan itu, aku pun menepi menuju tempat peristirahatan yang memang telah disiapkan di tepi sungai. Dan hmmm, singkong parut goreng yang masih hangat dan air kelapa muda yang langsung diminum dari buahnya sudah menanti untuk disantap!

Menyusuri sungai dengan arus deras dan jeram yang menantang, rasanya tak akan pernah membuatku bosan. Sudah berulang kali aku melakukan olahraga menantang yang kini sudah menjadi olahraga fun itu, dan selalu ingin kembali lagi! Beberapa rute rafting telah aku coba, dan yang pertamakali aku melakukannya di Pulau Bali, menyusuri sungai Ayung yang punya pemandangan sangat indah. Yang terbaru, rute sepanjang 12 kilometer menyusuri Sungai Pekalen, Probolinggo. Banyak pemandangan indah nan eksotik yang tak jarang terkesan menyimpan misteri. Itulah salah satu alasan kenapa aku selalu ingin kembali. Selain tentu saja, deras dan terjalya jeram memberikan tantangan yang tak terlupakan.

Rafting, yang dulu dianggap sebagai olahraga penantang maut, kini lebih dikenal sebagai olahraga fun yang penuh gelak tawa. Para operator olahraga ini pun terus meningkatkan pelayanan, keamanan, dan pilihan rute sungai bagi para peminatnya. Peralatan yang mengikuti standard savety serta tim rescue yang berpengalaman, menjadikan olahraga pemacu andrenalin ini makin dicintai. Dan akulah salah satu pecintanya! Kini, aku ingin sekali mencoba arus dan jeram di sungai Citarik, Sukabumi, yang konon juga sangat menantang. Aku harus mencobanya! Siapa mau ikut?